Informasi yang berkaitan dengan kanker serviks ditengarai belum bisa menjangkau seluruh masyarakat. Padahal, semua wanita beresiko terkena kanker serviks.
Menurut dokter spesialis Ginekologi-Onkologi Konsultan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, DR dr Andrijono SpOG(K), risiko akan semakin meningkat dengan bertambahnya usia dan menyentuh kehidupan wanita pada saat-saat terpenting dalam hidupnya yaitu antara usia 30 - 50 tahun.
"Justru pada saat para wanita masih aktif bekerja dan bertanggung jawab atas anak atau anggota keluarga lainnya," ujar Andrijono.
Berdasarkan pengalamannya menangani pasien yang mengindap kanker, Andrijono memaparkan bahwa tidak hanya kualitas hidup pasien termasuk psikis, fisik, dan kesehatan seksual. Namun, bagi pihak keluarga yang ikut terbebani. Ditambah lagi dengan faktor biaya pengobatan kanker yang tergolong mahal.
Sebuah penelitian yang dilakukan RS Dr Cipto Mangunkusumo bekerja sama dengan Pemerintah Belanda, menemukan bahwa penyebab kanker paling banyak di Indonesia ialah HPV 16, 18, dan 52. Indetifikasi virus HPV ini dilakukan di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Tasikmalaya.
"Sekitar 70 - 80% adalah infeksi HPV 16 dan 18. Serta sekitar 5% merupakan kombinasi dari infeksi HPV 16, 18, dan 52. Jadi mungkin terjadi infeksi yang tidak tunggal," paparnya.
Namun, lanjut Andrijono, sebenarnya virus ini memiliki sifat alami untuk bisa sembuh dengan sendirinya. Sekitar 75% - 90% infeksi virus ini bisa sembuh dengan sendirinya. Hanya 2% yang berkembang menjadi kanker.
"Dari 100 orang yang terinfeksi, hanya 2 orang yang akan berkembang menjadi kanker. Tapi, kita tidak bisa mengetahui siapa yang akan terkena," ujarnya.
Perjalanan dari infeksi HPV hingga menjadi kanker serviks sebenarnya memakan waktu yang cukup lama, bisa mencapai 10 - 20 tahun. Sayangnya, proses ini seringkali tidak dirasakan oleh para penderita. Pasalnya, proses infeksi HPV kemudian menjadi prakanker sebagian besar berlangsung tanpa gejala.
"Perkembangan infeksi HPV, mulai lesi derajat rendah ke lesi derajat tinggi yang kita sebut dengan stadium 0, yang artinya belum ada metasasis atau penyebaran karena membran masih kuat menahan," tutur Andrijono.
Pada lesi derajat rendah, mungkin saja akan kembali tergantung daya tahan tubuh. Namun, jika sudah menjadi lesi derajat tinggi, harus segera dilakukan tindakan medis.
"Saya mempunyai seorang pasien yang diketahui prakanker. Saat itu kita sarankan untuk operasi, namun ia tidak bersedia. Tiga tahun kemudian pasien tersebut meninggal dunia." Ujar Andrijono mengenai salah satu pasiennya.
(ririns)
Disadur dari Seputar Indonesia, kamis 1 mei 2008
Menurut dokter spesialis Ginekologi-Onkologi Konsultan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, DR dr Andrijono SpOG(K), risiko akan semakin meningkat dengan bertambahnya usia dan menyentuh kehidupan wanita pada saat-saat terpenting dalam hidupnya yaitu antara usia 30 - 50 tahun.
"Justru pada saat para wanita masih aktif bekerja dan bertanggung jawab atas anak atau anggota keluarga lainnya," ujar Andrijono.
Berdasarkan pengalamannya menangani pasien yang mengindap kanker, Andrijono memaparkan bahwa tidak hanya kualitas hidup pasien termasuk psikis, fisik, dan kesehatan seksual. Namun, bagi pihak keluarga yang ikut terbebani. Ditambah lagi dengan faktor biaya pengobatan kanker yang tergolong mahal.
Sebuah penelitian yang dilakukan RS Dr Cipto Mangunkusumo bekerja sama dengan Pemerintah Belanda, menemukan bahwa penyebab kanker paling banyak di Indonesia ialah HPV 16, 18, dan 52. Indetifikasi virus HPV ini dilakukan di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Tasikmalaya.
"Sekitar 70 - 80% adalah infeksi HPV 16 dan 18. Serta sekitar 5% merupakan kombinasi dari infeksi HPV 16, 18, dan 52. Jadi mungkin terjadi infeksi yang tidak tunggal," paparnya.
Namun, lanjut Andrijono, sebenarnya virus ini memiliki sifat alami untuk bisa sembuh dengan sendirinya. Sekitar 75% - 90% infeksi virus ini bisa sembuh dengan sendirinya. Hanya 2% yang berkembang menjadi kanker.
"Dari 100 orang yang terinfeksi, hanya 2 orang yang akan berkembang menjadi kanker. Tapi, kita tidak bisa mengetahui siapa yang akan terkena," ujarnya.
Perjalanan dari infeksi HPV hingga menjadi kanker serviks sebenarnya memakan waktu yang cukup lama, bisa mencapai 10 - 20 tahun. Sayangnya, proses ini seringkali tidak dirasakan oleh para penderita. Pasalnya, proses infeksi HPV kemudian menjadi prakanker sebagian besar berlangsung tanpa gejala.
"Perkembangan infeksi HPV, mulai lesi derajat rendah ke lesi derajat tinggi yang kita sebut dengan stadium 0, yang artinya belum ada metasasis atau penyebaran karena membran masih kuat menahan," tutur Andrijono.
Pada lesi derajat rendah, mungkin saja akan kembali tergantung daya tahan tubuh. Namun, jika sudah menjadi lesi derajat tinggi, harus segera dilakukan tindakan medis.
"Saya mempunyai seorang pasien yang diketahui prakanker. Saat itu kita sarankan untuk operasi, namun ia tidak bersedia. Tiga tahun kemudian pasien tersebut meninggal dunia." Ujar Andrijono mengenai salah satu pasiennya.
(ririns)
Disadur dari Seputar Indonesia, kamis 1 mei 2008
No comments:
Post a Comment