Hemofilia, penyakit genetis yang menyebabkan kesulitan pembekuan darah dan tidak bisa disembuhkan, bisa mengakibatkan cacat permanen dan kematian apabila tidak ditangani dengan baik. Padahal, di Indonesia, obat pendukung hidup untuk penderita hemofilia sangat mahal.
Hal ini dikatakan dr. Rosiawati, saat memberi pengantar pada Lomba Baca Puisi Hemofilia di Aula Gedung Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Semarang, hari Jumat tanggal 23 mei 2008. Acara ini diselenggarakan oleh yayasan Hematologi Yasmia Jawa Tengah.
"Apabila terjadi pendarahan terus menerus pada persendian lutut tanpa diobati dan terlambat penanganannya, maka akan menyebabkan deformitas atau perbuahan bentuk sendi lutut. Ini akan diikuti dengan pengecilan betis dan untuk seterusnya akan cacat seumur hidup,' kata Rosiawati.
Selain itu, pendarahan juga rawan terjadi pada otak. Apabila pendarahan terjadi pada saraf otak tertentu, maka akan mengakibatkan cacat permanen. Misalnya, pendarahan yang terjadi pada saraf pengelihatan pada otak menyebabkan penderita hemofilia buta seumur hidup. Sat-satunya cara menangani pendrahan otak adalah dengan operasi.
"Luka yang sangat kecil pun akan fatal akibatnya pada penderita hemofilia karena pendarahan akan berlangsung lama. penderita tidak memiliki zat beku darah. Luka memar pada penderita hemofilia, misalnya, menyebabkan penggelembungan bagian tubuh karena darah mengumpul di satu tempat," ujar Rosiawati. Rasa skit yang dialami penderita hemofilia pun luar biasa.
Idealnya, penderita harus rutin meminum suatu obat bernama koate yang berfungsi sebagai pembeku darah. Padahal, obat tersebut sangat mahal, rp. 1,8 juta per vial. Bagi penduduk dengan ekonomi menengah ke bawah, harga ini terlalu tinggi. Obat bisa diganti dengan cryopnaecipitat yang disediakan oleh UTD PMI dengan harga rendah, tetapi kualitasnya tidak sebaik koate.
menurut anggota Yasmia, Sulistyowati Bambang, penderita hemofilia harus mendapat dukungan dan tidak boleh dijauhi. "Penderita hemofilia harus diberi kesempatan berkembang seperti orang narmal karena kecerdasan dan bentuk fisik mereka normal," tutur Sulistyowati.
Keterbatasan mereka hanya pada aktifitas fisik karena rawan benturan yang mengakibatkan pendarahan. Umur harapan hidup penderita hemofilia pun normal seperti kebanyakan orang, selama mereka teratur mendapat suplai koate atau cryopnaecipitat.
Hal ini dikatakan dr. Rosiawati, saat memberi pengantar pada Lomba Baca Puisi Hemofilia di Aula Gedung Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Semarang, hari Jumat tanggal 23 mei 2008. Acara ini diselenggarakan oleh yayasan Hematologi Yasmia Jawa Tengah.
"Apabila terjadi pendarahan terus menerus pada persendian lutut tanpa diobati dan terlambat penanganannya, maka akan menyebabkan deformitas atau perbuahan bentuk sendi lutut. Ini akan diikuti dengan pengecilan betis dan untuk seterusnya akan cacat seumur hidup,' kata Rosiawati.
Selain itu, pendarahan juga rawan terjadi pada otak. Apabila pendarahan terjadi pada saraf otak tertentu, maka akan mengakibatkan cacat permanen. Misalnya, pendarahan yang terjadi pada saraf pengelihatan pada otak menyebabkan penderita hemofilia buta seumur hidup. Sat-satunya cara menangani pendrahan otak adalah dengan operasi.
"Luka yang sangat kecil pun akan fatal akibatnya pada penderita hemofilia karena pendarahan akan berlangsung lama. penderita tidak memiliki zat beku darah. Luka memar pada penderita hemofilia, misalnya, menyebabkan penggelembungan bagian tubuh karena darah mengumpul di satu tempat," ujar Rosiawati. Rasa skit yang dialami penderita hemofilia pun luar biasa.
Idealnya, penderita harus rutin meminum suatu obat bernama koate yang berfungsi sebagai pembeku darah. Padahal, obat tersebut sangat mahal, rp. 1,8 juta per vial. Bagi penduduk dengan ekonomi menengah ke bawah, harga ini terlalu tinggi. Obat bisa diganti dengan cryopnaecipitat yang disediakan oleh UTD PMI dengan harga rendah, tetapi kualitasnya tidak sebaik koate.
menurut anggota Yasmia, Sulistyowati Bambang, penderita hemofilia harus mendapat dukungan dan tidak boleh dijauhi. "Penderita hemofilia harus diberi kesempatan berkembang seperti orang narmal karena kecerdasan dan bentuk fisik mereka normal," tutur Sulistyowati.
Keterbatasan mereka hanya pada aktifitas fisik karena rawan benturan yang mengakibatkan pendarahan. Umur harapan hidup penderita hemofilia pun normal seperti kebanyakan orang, selama mereka teratur mendapat suplai koate atau cryopnaecipitat.
No comments:
Post a Comment